BukaSuara – Pelatih memiliki pandangan yang berbeda mengenai draft pemain Asia, termasuk kelebihan dan kekurangannya.
Sebagian dari mereka menganggap kehadiran pemain Asia dapat membantu memperkuat timnya.
Salah satunya adalah contoh tersukses dari musim lalu saat Daejeon JungKwanJang Red Sparks merekrut pebola voli putri Indonesia, Megawati Hangestri Pertiwi.
Selanjutnya pemain timnas voli Thailand, Wipawee Srithong, yang direkrut Suwon Hyundai E&C Hillstate yang akhirnya mampu membantu meraih gelar juara Liga Voli Korea 2023-2024.
Artinya, pemain Asia dapat memberikan stimulus terhadap pemain lokal Korea Selatan dan menciptakan kompetisi yang semakin kompetitif.
Pelatih anyar GS Caltex Seoul KIXX, Lee Young-taek antusias dengan adanya draft pemain Asia yang sudah memasuki musim kedua.
Pelatih yang pernah menakhodai tim Proliga, Palembang Bank SumselBabel itu juga berbagi tentang atmosfer di lapangan.
“Para pemain lokal juga belajar dari menonton dan berlatih (dari pemain Asia),” kata Lee Young-taek.
Sebagian pelatih merasa senang karena memiliki lebih banyak sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
“Dengan perluasan negara target kali ini, ada banyak pemain yang secara fisik lebih unggul dari Australia, Kazakhstan, dan negara-negara lain,” kata Kim Jong-min, pelatih Gimcheon Korea Expressway Hi-Pass.
“Kami akan dapat mempertimbangkan banyak pilihan untuk musim depan,” ujarnya.
Meski begitu, pelatih yang mengantarkan Gimcheon Korea Expressway Hi-Pass juara Liga Voli Korea musim 2022-2023 itu juga mengungkapkan kekhawatirannya soal draft pemain Asia.
Dia mengatakan pemain lokal akan terguncang dan daya saling bola voli domestik yang akan menurun.
“Ada kekhawatiran bahwa posisi pemain domestik akan terguncang dan daya saing bola voli domestik akan sedikit menurun,” kata Kim Jong-min.
“Para pemain merasakan krisis dan harus bekerja lebih keras, tetapi mereka sering mengakui perbedaan kemampuan daripada bersaing dan menang,” ujarnya.
Lebih-lebih, dia juga mengkritik draft pemain Asia yang digelar oleh KOVO selaku federasi juga bukan merupakan pemain dengan level grade A.
Hal tersebut tak lepas dari kesenjangan gaji antara pemain lokal dan pemain asing Asia.
Ketika sistem kuota Asia diperkenalkan, diharapkan bahwa hal itu akan memiliki efek samping untuk mengendalikan inflasi di pasar agen bebas (FA), tetapi kenyataannya berbeda.
Tahun ini, di antara 16 agen bebas yang memenuhi syarat, hanya ada dua pemain yang tidak menerima gaji tahunan ratusan juta dolar.
Di sisi lain, para pemain kuota Asia menerima 120.000 dolar AS (sekitar 1,9 miliar rupiah) untuk tahun pertama dan 150.000 dolar AS (sekitar 2,4 miliar rupiah) untuk tahun kedua.
“Gaji pemain Asia rendah, jadi semua pemain level A yang bagus pergi ke Jepang,” kata Kim Jong-min.
“Kesenjangan gaji dengan pemain Korea sangat besar, jadi tampaknya inflasi agen bebas sulit dikendalikan dengan baik,” ujarnya.